31 Juli 2007

Lampu Merah: STOP!!!

Kemarin malam, saya dan si merah―motor kesayangan saya―tabrakan dengan motor yang dikendarai seorang ibu di perempatan Hotel Melia. Tepatnya sih saya yang menabrak ibu itu. Soalnya, saat traffic light di posisi saya sudah hijau, ada seorang ibu di posisi yang berseberangan dengan saya nekat menerobos lampu merah. Padahal, posisi saya dan motor saya berada di belakang sebuah mobil sedan, kok ya bisa si ibu itu nekat gitu, kok ya bisanya lagi kenapa juga si ibu tidak menabrak mobil sedan itu saja, tapi malahan justru saya yang dapat giliran menabrak dia. Saat ibu itu melintas dengan kecepatan cukup tinggi, saya juga tengah menaikkan gas motor saya dan saya tidak sempat lagi mengerem, alhasil, terjadilah tabrakan itu. Apes banget deh saya malam itu, gara-gara keteledoran orang lain, saya yang harus kena musibah.

Kerusakan motor saya akibat tabrakan itu sih tidak seberapa parah, tapi badan saya sempat memar-memar biru. Apalagi jari kelingking kiri saya sempat keseleo, sekarang jadi bengkak dan memar keunguan. Sebenarnya, saya agak kasihan juga dengan ibu itu. Pasalnya, di jok belakang motor ibu itu ada beberapa tumpuk keranjang makanan ringan. Nah, lebih tepatnya saya tidak menabrak motor ibu itu secara langsung melainkan keranjang makanan itu yang saya tabrak, dan sepertinya rusak parah.

Sebenarnya, saya berniat menyelesaikan secara baik-baik dengan ibu itu, kalaupun ibu itu meminta ganti rugi akibat kerusakan yang saya timbulkan―karena keteledoran dia―saya akan bersedia menggantinya. Namun sayangnya, si ibu itu keburu ngacir setelah sempat berteriak meminta maaf ke saya, mungkin dia merasa bersalah karena telah menyerobot lampu merah.

Di perempatan Melia, saya sering melihat orang dengan seenaknya menerobos lampu merah. Apalagi, di perempatan yang cukup crowded itu tidak pernah ada satu pun polisi yang bersiaga di sana. Jadi, sebenarnya, kejadian si ibu yang nekat itu bukanlah orang pertama yang saya temui―yang lantas menimpakan kesialan di pihak saya juga. Bagi saya pribadi, kejadian itu memberi pelajaran cukup berharga. Jangan sekali-kali menerobos lampu merah, bahwa lampu merah berarti stop alias berhenti! Sebab, selain itu membahayakan keselamatan diri sendiri juga akan mengancam nyawa orang lain, betul?!

Lokasi lain yang sering saya jumpai terjadi pelanggaran rambu-rambu lalu lintas adalah di seputar Alun-alun Selatan―yang kebetulan berdekatan dengan letak kantor dan kos saya. Di sana, telah dipasang rambu dilarang belok kanan, tidak cuma satu, melainkan seputar area alun-alun rambu larangan itu ditebar. Namun dasar orang itu tidak pernah mau bersusah-payah―jika hendak menuju sisi lain dari alun-alun daripada harus memutar ya mendingan mengambil jalan pintas dong. Jadinya ya itu tadi, melanggar rambu dilarang belok kanan. Yang sering saya lihat melakukannya sih tukang becak dan pengendara sepeda, meski ada juga beberapa pengendara motor yang nekat melakukannya. Lah, apa mereka itu tidak berpikir, sikap seenak perut sendiri itu akan membahayakan keselamatan orang lain? Pernah beberapa kali saya terpikir untuk memberi pelajaran kepada mereka, yakni dengan cara menabrakkan motor saya secara sengaja kepada para pelanggar rambu itu, biar mereka kapok, tapi kalau nanti motor saya yang rusak lah rugi dong saya.***