23 Juli 2007

D'Cinnamons

Dalam video klip milik kelompok musik D'Cinnamons yang bertajuk "Ku Yakin Cinta" (salah satu lagu dalam album Good Morning) memakai Ucok Baba dan kawan-kawan "kerdil"-nya sebagai bintang dalam video klip itu. Saya tidak akan mengomentari soal kualitas musik, lagu, maupun hal-hal teknis dalam video klip itu, melainkan, saya hanya akan menyampaikan rasa haru yang besar atas ide penggarapan video klip yang berani mengakomodasi kaum kerdil di layar kaca, bukan untuk "mendiskreditkan" mereka―seperti yang sering terjadi di sinetron-sinetron Indonesia yang memakai 'artis cebol' itu sekadar untuk mengolok-olok dan menjadi bahan tertawaan semata―tapi benar-benar menunjukkan keberadaan mereka di tengah kita.

Saya tidak tahu ide pembuatan video klip yang memakai para artis 'unik' itu datang dari siapa, entah dari pihak sutradara klip atau D'Cinnamons―band asal Bandung, sang pemilik lagu. Siapa pun penggagas ide cerdas―menurut saya―itu, saya benar-benar salut dan saya secara pribadi rela mengacungkan dua jempol untuknya. Sebab, realita yang sering saya saksikan di negeri ini, manusia-manusia yang 'tidak lazim' itu benar-benar tidak mendapat tempat di kehidupan sehari-hari. Mereka dianggap aneh sehingga tidak layak diberi tempat. Ucok Baba mungkin salah satu yang beruntung, keterbatasan fisiknya tidak menjadikan ia terkucil dari lingkungannya. Tapi, saya yakin, keberuntungan Ucok Baba itu belum bisa mewakili sepersekian persen dari seluruh anggota komunitasnya, sebab perbedaan persentase antara yang beruntung dengan yang tidak jomplang sangat jauh.

Sebenarnya, selain komunitas cebol itu masih ada kelompok-kelompok lain yang mendapat perlakuan yang serupa. Misalnya, kelompok difabel maupun penderita autis dan down sindrome. Saya memiliki tetangga yang anaknya menderita down sindrome. Sayangnya, ketidakterimaan (baca gengsi, red) orang tua atas "sakit" yang diderita anak ini justru mengakibatkan si anak tidak bisa menikmati hidup sesuai porsinya. Si orang tua menginginkan anaknya diperlakukan sama layaknya anak-anak normal lainnya. Padahal, sebagai penderita down sindrome―menurut saya―justru ia memang harus diperlakukan berbeda. Si anak dipaksa melakukan aktivitas―belajar dan bermain―seperti teman-teman seusianya yang relatif normal. Jika anak ini gagal atau membandel tidak mau mengerjakan perintah ibunya, maka cubitan pun akan diberikan sebagai hadiahnya. Duh, saya sering tidak tega jika melihatnya.

Kakak saya pernah bercerita, di Italia, perusahaan, instansi, atau lembaga wajib mempekerjakan satu atau dua orang penyandang cacat, atau penderita autis dan down sindrome setiap tahunnya. Kebijakan yang diatur negara itu dimungkinkan untuk menjamin masa depan mereka. Entah di negara lain, mungkin juga menerapkan kebijakan yang sama, tapi yang jelas tidak Indonesia. Di Indonesia, (realitanya) tidak ada kebijakan yang mengakomodasi kepentingan para 'manusia terbatas' itu, lhawong yang 'normal' dan 'lengkap' saja tidak mendapat ruang......

Dulu, saat masih menjadi wartawan sebuah harian di Solo, saya sempat berkenalan dengan Mbak Risna, seorang penderita difabel yang selalu bersemangat menghadapi hidup. Saya mengagumi Mbak Risna yang cerdas, tidak pernah mengeluh, optimis menghadapi apa pun, dan selalu ber-positive thinking. Dia tidak pernah menaruh curiga terhadap orang lain. Dia juga selalu melihat waktu sebagai kesempatan. Perkenalan kami diawali dari adanya informasi yang saya dapat dari seorang teman, bahwa ada penyandang cacat yang akan mewakili Solo presentasi di China. Singkat cerita, saya mendapat nomor kontak Mbak Risna, dan kami pun menyusun jadwal bertemu. Saat melihatnya kali pertama, pada sekitar bulan Februari 2002, saya cukup tercengang. Ternyata, meskipun kedua kakinya lumpuh, tapi Mbak Risna ini terlihat sangat cantik. Perpaduan yang kontras memang. Namun lihatlah senyum yang tidak pernah lepas dari raut wajahnya, sungguh menentramkan siapa saja, bahkan orang yang belum mengenalnya secara pribadi.

Dia bersemangat sekali menceritakan soal materi yang hendak dipresentasikannya di Kunming, China. Tema yang akan disampaikannya mengenai konsep tata kota yang aksesibel bagi difabel di Kota Surakarta. Hasil diskusi dari materi presentasi itu nantinya akan ia implementasikan dalam wujud penyediaan sarana aksesibilitas di Kota Solo, seperti apa model aksesibilitas yang cocok bagi para difabel di kota itu. Waktu itu, di Solo, aksesibilitas bagi difabel masih dianggap "isu yang tidak seksi" sehingga masih belum layak dimuat di media massa yang terbit di kota tersebut.

Dari wawancara singkat itu pun berlanjut hingga akhirnya kami menjadi teman baik. Kami jadi sering curhat dan berdiskusi tentang apa saja. Mbak Risna, menurut saya, merupakan teman yang asyik diajak ngobrol. Selain profesinya sebagai dosen di fakultas teknik, dia juga salah seorang aktivis LSM di Solo, juga adanya dukungan besar dari keluarganya yang memungkinkannya berwawasan luas. Sayangnya, kami tidak lagi berkomunikasi sejak saya meninggalkan Solo. Cuma, dari beberapa orang teman, saya tahu, saat ini, Mbak Risna baik-baik saja dan dalam keadaan sehat, serta masih melakoni aktifitasnya sebagai dosen dan penggiat LSM. Oiya, saya jadi ingat, dulu Mas Roni pernah menjanjikan hendak mengajarinya menulis, gimana Mas, sudahkah janji itu kamu penuhi?

Kembali ke D'Cinnamons. Di situ, ada adegan para cebol itu berkumpul dengan pasangannya masing-masing―saya tidak berani memastikan pasangan mereka itu sebagai istri ataupun suami, sebab bisa jadi mereka 'baru' sepasang kekasih―yang menggambarkan alangkah hangat kebersamaan yang mereka ciptakan bagi sesama komunitasnya. Dalam "keterbatasan" mereka, mereka saling memancarkan cinta dan kasih sayang. Ah ya, D'Cinnamons―yang menuliskan "love the answer" dalam ending video klipnya itu―benar, bahwa cinta bisa menjawab segala hal, perbedaan dan keterbatasan fisik tidak menjadi kendala bagi seseorang untuk mencintai dan dicintai.

[Ku Yakin Cinta] "ku datang, mencari satu alasan, 'tuk menepis semua keraguan di dalam hatiku ini, benarkah bahwa cinta mampu mengobati, segala rasa sakitku ini, ingin ku percaya, ingin ku percaya, kau bilang cinta slalu mengerti, kau bilang cinta tak salah, kau bilang cinta kan saling percaya, na ra ra ra ram… hmmm… ku kira ku tak kan mampu sadari, ketulusan cinta yang sempurna, di balik semua kekurangan ini, namun denganmu, ku tahu cinta kan mengobati, segala hampa hatiku ini, kini ku percaya, kini ku percaya, ku yakin cinta selalu mengerti, ku yakin cinta tak salah, ku yakin cinta saling percaya, na ra ra ra ram… hmmm… yakinlah cinta selalu mengerti, yakinlah cinta tak salah, yakinlah cinta kan saling percaya, na ra ra ra ram… hmmm…"***